Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Rusuh Mei 98, Teror Bidik Relawan dan Korban Pemerkosaan

Rabu, 16 Mei 2018 06:57 WIB

Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Amuk massa pada Rusuh Mei 98 hingga kini masih menyisakan misteri. Siapa sebenarnya dalang di balik kerusuhan menjelang jatuhnya kekuasaan Presiden Soeharto? Siapa yang menggerakkan pemerkosaan massal terhadap wanita etnis Tionghoa? Pelaku teror terhadap relawan dan korban serta keluarga korban pemerkosaan juga masih penuh tanda tanya.

Para relawan, dari Tim Relawan Antikekerasan terhadap Perempuan, yang dikoordinasi oleh Ita Fatia Nadia, dan Tim Relawan Kemanusiaan yang dipimpin Romo Sandyawan, mengaku mendapat teror selama menjalankan misi kemanusiaannya saat itu.

Karlina Leksono Supelii, astronom lulusan Institut Teknologi Bandung, yang juga dosen STF Driyarkara, mengaku mendapat teror sejak ia ikut aksi demonstrasi Mei 1998. Aksi unjuk rasa kala itu menuntut Presiden Soeharto mundur dari kekuasaannya. "Tiap hari ada orang yang mengawasi rumah saya," kata Karlina. Karlina kala itu menjadi relawan untuk menangani korban-korban pemerkosaan.

Sandyawan, yang akrab dipanggil Romo Sandy, seorang rohaniwan Katolik, bahkan kehilangan tas berisi dokumen untuk presentasi mengungkapkan data korban pemerkosaan. "Saya tahu ini bentuk teror," kata Romo Sandy, anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kerusuhan Mei 1998. Tas itu hilang saat makan siang, padahal sore harinya ia harus presentasi temuan TGPF.

Yang mengerikan, menurut Ita Fatia Nadia, adalah teror terkait kematian Ita Martadinata, siswi SMA yang sebelumnya menjadi korban pemerkosaan. Wiwin, ibunda Ita Martadinata, menurut Ita F Nadia, tidak terima kejadian yang menimpa anaknya. Pihak keluarga hendak menyampaikan testimoni. Ita Martadinata hendak memberikan kesaksian di Perserikatan Bangsa-Bangsa, namun Ita ditemukan tewas bersimbah darah sehari menjelang keberangkatannya ke New York.

"Ini teror untuk keluarga korban agar tidak berbicara," kata Ita Fatia Nadia. "Sejak saat itu, kasus pemerkosaan terhadap etnis Tionghoa berhenti." Kematian Ita Martadinata, menurut Ita Fatia Nadia, adalah turning point dari seluruh korban untuk tutup mulut, baik korban, orang tua korban maupun komunitas etnis Tionghoa langsung tutup mulut.

Jurnalis Video: Maria Fransisca Lahur, Hand Wahyu
Stok Foto: Rully Kesuma, Bodhi Chandra
Editor: Ngarto Februana

Simak juga: 

Kesaksian Ketua Sema 98 tentang Tragedi Trisakti
Kerusuhan Mei 98, Massif dan Sistematis
Kesaksian Relawan 98, 2 Mahasiswi Trisakti Diperkosa di Kijang
Kesaksian Relawan, Begini Ciri Pemerkosa di Kerusuhan Mei 98
Kisah Para Penyintas Korban Pemerkosaan Mei 98
Fransiska, 11 Tahun, Korban Pemerkosaan di Kerusuhan Mei 98
Kerusuhan Mei 1998, Ita Martadinata Diperkosa, Dibunuh Menjelang Pergi ke PBB untuk Bersaksi