Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Perang Tomat di Lembang Sebagai Ritual Buang Sial

Videografer

Editor

Minggu, 1 Desember 2013 15:09 WIB

Iklan
TEMPO.CO, Lembang : Perang tomat tak hanya di Spanyol, festival serupa juga digelar di Lembang Kabupaten Bandung Barat (KBB) tepatnya di Kampung Cikareumbi RW 3 Desa Cikidang Kecamatan Lembang. Ratusan peserta perang sudah siap dengan perlengkapan perlindungan yang terbuat dari anyaman bambu. Helm, tameng dan keranjang kecil tempat tomat itu sendiri sudah terpakai di tubuh prajurit perang. Walaupun tak semegah seperti La Tomatina di Negeri Matador, namun perang tomat ini tak kalah serunya dengan menampilkan unsur budaya sunda didalamnya.Beberapa saat sebelum perang tomat dimulai, sejumlah wanita melakukan tari ritual. Selain membawa tumpeng, penari yang lengkap berkebaya itu membawa sejumlah wadah berisi air dari sumber setempat. Dengan membawa arak-arakan hasil bumi mereka menari diiringi irama tetabuhan khas Tatar Sunda. Masyarakat Cikareumbi di Gunung Hejo terlibat perang, bukan peluru tajam yang mereka gunakan dalam perang antar warga tersebut. Melainkan mereka menggunakan tomat sebagai peluru dalam rangka Ruwatan Bumi Hajat Buruan Cikareumbi.Penggiat seni budaya asal Lembang, Mas Nanu Muda menyebutkan, hakikat perang tomat itu merupakan ritual buang sial. Tomat yang digunakan pun bukan tomat baru, melainkan tomat busuk sebagai simbol untuk melempar sifat kejelekan yang ada dalam tubuh manusia. Setelah perang selesai, secara bergotong royong warga membersihkan tomat busuk yang berserakan di jalanan. Ribuan tomat yang beratnya 1 ton ini merupakan tomat busuk dari hasil pertanian di Lembang, Jawa Barat.Videografer: Dicky Zulfikar NawazakiEditor : Dwi Oktaviane