TEMPO.CO, Mojokerto: Tradisi pedang pora merupakan tradisi unik di kalangan kepolisian dan militer yang biasa dilakukan dalam pergantian pimpinan kepolisian dan militer maupun pernikahan anggota kepolisian dan militer. Tradisi pedang pora juga dilakukan saat pergantian Kapolres Mojokerto dari AKBP Budhi Herdi Susianto kepada AKBP Boro Windu Danandito. Sebagai kapolres baru, AKBP Boro Windu Danandito bersama istri disambut dengan formasi pedang pora yang dihunus di atas kepala seperti gapura dan berbaris memanjang saat memasuki gerbang Markas Polres Mojokerto. Formasi pedang yang dihunus di atas kepala dan membentuk barisan gapura itu dimaksudkan agar pimpinan yang baru siap melangkah dalam menghadapi segala rintangan dengan jiwa ksatria. Seusai upacara pisah sambut dilakukan AKBP Budhi Herdi Susianto berpesan pada Kapolres yang baru agar mampu mengelola potensi konflik agar jadi kekuatan karena Mojokerto dalam sejarahnya merupakan wilayah yang punya potensi konflik tinggi sejak zaman kerajaan. Kapolres Mojokerto yang baru, AKBP Boro Windu Danandito juga mengucapkan terima kasih pada Kapolres lama dan akan melanjutkan program kerja yang selama ini sudah berjalan dengan baik. Kapolres lama juga berpamitan dan bahkan berangkulan dengan seluruh pejabat utama Polres setempat. Nyanyian lagu perpisahan semakin menambah rasa haru dan isak tangis para ibu-ibu Bhayangkari pun tak terbendung. Kapolres lama bersama isteri diantar sampai ke pintu gerbang keluar Polres dan keduanya menaiki kereta kencana yang ditarik dengan tenaga manusia. Para penarik adalah perwira dan anggota Polres Mojokerto. Dengan menaiki kereta kencana, Kapolres lama dan isteri diantar menuju mobil yang disiapkan untuk mengantar mereka pulang. Jurnalis Video: IshomuddinEditor/Pengisi Suara: Ryan Maulana