TEMPO.CO, Probolinggo: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur KH Abdusshomad Buchori meminta tidak ada lagi pengkultusan pada Taat Pribadi pimpinan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Probolinggo, Jawa Timur. Menurut Abdusshomad Taat adalah orang biasa dan jangan dianggap mempunyai karomah (kemuliaan). Menurutnya Karomah adalah kata serapan bahasa Arab yang berarti kemuliaan. Pernyataan Abdusshomad ini menyangkal keyakinan Ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi, Marwah Daud Ibrahim, yang menyebut Taat memiliki karomah karena dianggap bisa menggandakan uang. Selain itu, Abdusshomad juga meminta masyarakat dan media massa agar tidak menyebut pengikut Taat sebagai santri karena tempat tinggal Taat bukan pondok pesantren dan bukan lembaga pendidikan. Taat ditangkap pasukan gabungan Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Kepolisian Resor Probolinggo dalam penggerebekan besar-besaran, 22 September 2016. Ia disangka jadi otak pembunuhan berencana pada dua bekas anak buahnya, Ismail Hidayah dan Abdul Ghani, yang diduga berkhianat karena akan membongkar kedok penipuan penggandaan uang yang dilakukan Taat selama ini. Informasi yang dihimpun menyebutkan Ismail adalah salah satu pembina di padepokan. Sedangkan Ghani disebut-sebut pengurus yayasan padepokan. Selain terlibat kasus pembunuhan, Taat juga dituduh melakukan penipuan dengan modus penggandaan uang. Sejak berdiri tahun 2005, pengikut padepokan mencapai ribuan dan tersebar di seluruh Indonesia baik Jawa dan luar Jawa. Selain salat lima waktu yang dilakukan sehari-hari, aktivitas padepokan adalah istighosah dengan membaca dzikir dan salawat dengan harapan bisa mendapat uang berlimpah secara gaib dengan syarat harus menyetor uang ke Taat maupun lewat jaringan kordinator yang tersebar di sejumlah daerah. Jurnalis Video: IshomuddinEditor/Narator: Ridian Eka Saputra