TEMPO.CO, Brebes:BREBES " Kasus perbudakan anak buah kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal ikan Taiwan membuat sejumlah aktivis buruh asal negara tersebut menyambangi Indonesia. Kunjungan yang dilakukan selama sepekan ini untuk mengetahui secara langsung kondisi keluarga para ABK yang bermasalah di Taiwan.Alison Lee, Sekretaris Jenderal dari Serikat Anak Buah Kapal Indonesia di Taiwan atau Yilan Fisherman Labour Union, dalam jumpa pers yang digelar di sebuah hotel di Brebes, Sabtu, 4 Maret 2017 mengungkapkan, pihaknya telah mendatangi keluarga ABK di sejumlah daerah di kawasan pantai utara Jawa Tengah, Yaitu Tegal, Brebes, Cirebon, dan Pemalang.Dari kunjungan itu, mereka mendapati sejumlah temuan di antaranya gaji yang diterima keluarga ABK tidak memenuhi standar. Asuransi ABK yang mengalami masalah seperti kecelakaan kerja dan meninggal dunia juga tidak diterima pihak keluarga secara penuh.Misalnya, ABK yang meninggal pada saat berlayar yang seharusnya mendapatkan asuransi sebesar 500 ribu dolar Taiwan atau sekitar Rp 200 juta. Tetapi pihak keluarga ABK hanya mendapat separuh saja. Temuan lainnya adalah masih banyaknya perlakuan buruk yang dialami oleh ABK dari Indonesia yang bekerja di kapal ikan Taiwan.Sementara itu, Jamaludin Suryahadikusuma, Sekretaris Jenderal Indonesian Fisherman Assosiation (INFISA) menilai, peran dari pemerintah masih lemah. Saat ini, belum ada payung hukum yang jelas terkait perlindungan terhadap ABK kapal ikan.Jamaludin Suryahadikusuma berharap, pemerintah segera membuat aturan yang jelas tentang tata kelola pengiriman dan perlindungan ABK. Dia juga mendesak kepada pemerintah untuk segera merativikasi konvensi International Labour Organisation (ILO) 188 yang mengatur tata kelola pengiriman ABK kapal ikan. Sejumlah kementerian terkait juga diminta agar bisa duduk bersama untuk membahas masalah perbudakan ABK Indonesia ini.Jurnalis Video: MUHAMMAD IRSYAM FAIZEditor: Andy