Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Harimau, Dihormati Lalu Diburu

Videografer

Editor

Minggu, 16 April 2017 00:00 WIB

Iklan
TEMPO.CO, Jakarta: Populasi harimau Sumatera di habitat aslinya hanya tinggal 400 ekor, turun drastis dari sekitar 1.000 ekor pada 1978. Angka ini mengkhawatirkan mengingat harimau Jawa dan harimau Bali telah dinyatakan punah. Rusaknya kawasan hutan dan tingginya perburuan sadis untuk mengincar organ vital, kulit, atau bahkan kumis berkontribusi terhadap menurunnya populasi harimau Sumatera.Padahal dulu harimau hadir sehari-hari dalam kebudayaan Jawa, Bali dan Sumatera. Bila orang Jawa bertemu dengan harimau di jalan, mereka akan menyebut simbah, panggilan yang menunjukkan rasa hormat. Di Sumatera, harimau kerap disebut dengan penghormatan sebagai datuk atau iniyak balong.Penduduk Bali memiliki kepercayaan tidak membunuh harimau.Di Minangkabau, ada harimau jadi-jadian. Orang jahat akan berubah menjadi harimau setelah mati untuk menghapus dosa-dosanya dengan melindungi anak-cucunya.Lalu muncul tradisi membantai harimau. Sejak sekitar 1620, raja-raja Jawa kerap memiliki kandang harimau dalam istananya, untuk ritual rampogan sima atau rampogan macan. Para prajurit diuji untuk menombak harimau yang dilepas dari kandang yang diletakkan di tengah lapangan. Ritual lain adalah pertarungan harimau melawan kerbau (sima- masa). Harimau dipaksa melawan kerbau atau banteng yang tanduknya sudah ditajamkan. Dalam pertarungan ini, kerbau diharapkan menang. Kerbau merupakan simbol dari orang Jawa, sedangkan harimau diasosiasikan sebagai VOC.Diperkirakan ketika rampogan macan digunakan untuk tujuan politis, tradisi ini turut menyebabkan menurunnya populasi harimau Jawa.Adanya hadiah untuk para penangkap dan pemburu harimau juga berkontribusi terhadap menurunnya populasi harimau Jawa. Selain itu, pada abad ke-19 batas dunia manusia dan harimau sudah semakin kabur sehingga harimau kerap diburu atas alasan keamanan. Masa Politik Etis pada abad ke-19, ketika Belanda banyak mengembangkan tanaman ekspor di habitat harimau, juga berkontribusi terhadap menurunnya populasi harimau Jawa. Hubungan unik antara manusia dan harimau pun semakin renggang, hingga kini. Sumber: Majalah Tempo Edisi 3-9 April 2017Produser: Sadika HamidEditor: AndyPeriset foto: Charisma Adristy