Iklan
TEMPO.CO, Jakarta: Guido Quiko, 48 tahun, lahir dan besar di Kampung Tugu, Jakarta Utara. Ia merupakan generasi ke-8 dari keluarga Quiko, dan generasi ke-4 dari sebuah keluarga yang merawat tradisi keroncong Tugu. Kelompok musik yang kini ia pimpin, Keroncong Tugu Cafrinho, mewarnai pentas kesenian lokal. Sejumlah negara kerap mengundang mereka untuk misi pertukaran budaya.Musik keroncong Tugu punya pertalian erat dengan kebiasaan bermusik komunitas keturunan Portugis pada abad 17. Pengelolaan kelompok musik secara terorganisir mulai dirintis Josef Quiko, paman Guido Quiko, pada tahun 1925 dengan membentuk Orkes Poesaka Krontjong Moresco Toegoe-Anno 1661. Angka 1661 merujuk pada tahun kedatangan Portugis di Kampung Tugu.Formasi inti Keroncong Tugu Cafrinho terdiri dari delapan pemain musik dan tiga penyanyi. Di hampir setiap pementasan, mereka tak pernah luput memainkan lagu-lagu lama seperti Kerontjong Moresco dan Oud Batavia. Dedikasi Quido dan rekan-rekannya diganjar penghargaan pada tahun 2003. Pemerintah Indonesia menetapkan kesenian keroncong Tugu sebagai Warisan Budaya Tak Benda.Guido terus bertahan merawat warisan budaya nenek-moyangnya di tengah gempuran budaya luar. Selain mengurus kelompok musiknya, ia juga membuka kelas pelatihan. Saat ini tak kurang 30 remaja dan anak-anak mengikuti kursus keroncongnya setiap pekan. Para pesertanya berasal dari kalangan komunitas Tugu maupun masyarakat luar. Penghargaan terhadap Keroncong Tugu Cafrinho tak jarang datang dari negara lain seperti Belanda, Malaysia, dan Timor Leste yang mengundang mereka dalam berbagai even kesenian. Penghargaan ini makin mengukuhkan keroncong tugu sebagai identitas yang ikonik. Pemerintah Jakarta menetapkan Kampung Tugu sebagai satu dari dua belas destinasi wisata pesisir.Reporter: Riky FerdiantoJurnalis video: Maria FransiscaEditor/Narator: Ryan Maulana
Video Terkait
-
Guido Quiko: Merawat Keroncong Tugu
31 Juli 2017
-
Ratna Habsari Penggerak Lansia untuk Terus Aktif
24 Juli 2017
Video Lainnya