Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Serangan Terbaru Malware Badrabbit Sasar 4 Negara, 200 Target

Videografer

AFP/AFPTV

Sabtu, 28 Oktober 2017 07:30 WIB

Iklan

TEMPO.CO, Moscow - Serangan malware yang melanda bandara internasional Ukraina dan media Rusia menyasar hampir 200 target lainnya di negara tersebut dan negara-negara Eropa lainnya, demikian penyataan perusahaan keamanan internet Rabu lalu.

Malware "BadRabbit" yang terjadi pada hari Selasa lalu tampaknya merupakan yang terbesar sejak "NotPetya" diluncurkan dari dua negara sebelum menginfeksi ke seluruh dunia pada bulan Juli silam.

Menurut perusahaan keamanan Rusia Kaspersky Lab, perangkat yang terinfeksi ransomware tersebut melalui sejumlah situs media Rusia yang diretas, yang muncul sebuah pesan berupa tututan pembayaran sebelum file pengguna yang terinfeksi dapat dipulihkan.

Perusahaan tersebut mengatakan sebagian besar target berada di Rusia, sebagaian kecil di Ukraina, Turki, dan Jerman. Secara keseluruhan, ada hampir 200 target.

Bandara Internasional Odessa Ukraina mengatakan "sistem informasinya" berhenti berfungsi pada hari Selasa siang, namun kemudian penerbangan normal sesuai dengan jadwal.

Media Rusia juga terpengaruh, termasuk kantor berita utama Interfax dan situs berita Saint Petersburg independen Fontanka.

Fontanka pada hari Rabu mengaitkan serangan tersebut dengan serangkaian laporan investigasi tentang keterlibatan Rusia dalam konflik Suriah.

Namun pihak berwenang Rusia dan Ukraina mengatakan serangan itu acak dan bukan sasaran.

Wakil Kepala Bagian Kejahatan Komputer di Grup-IB, Sergei Nikitin, mengatakan kepada AFP, "Kami (Group-IB) memperingatkan bahwa Malware BadRabbit ini akan berlanjut. Ini bukan gelombang terakhir serangan."