Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Terdampar di Serbia, Migran Ini Berharap Diterima di Jerman

Videografer

Reuters

Sabtu, 3 Februari 2018 09:21 WIB

Iklan

TEMPO.CO, Serbia - Setelah melintasi beberapa negara dalam perjalanan ke negara Barat yang kaya, Najibullah, seorang mantan polisi dari Kota Kholm di Afghanistan, dan istrinya yang sedang hamil serta empat anaknya, terjebak di Serbia.

Sekarang mereka menghabiskan hari-hari yang relatif normal di sebuah kamp pengungsi yang menjemukan di Krnjaca, sebuah kawasan industri di pinggiran ibu kota Serbia, Beograd, dengan harapan mereka pada akhirnya akan pindah ke Jerman, dan di sana Najibullah memiliki kerabat.

Mereka berharap, akan bergabung dengan lebih dari satu juta migran lain yang telah tiba di Jerman sejak tahun 2015, ketika Kanselir Angela Merkel menawarkan perlindungan bagi mereka yang melarikan diri dari perang dan kemiskinan.

Meskipun dipuji di beberapa tempat, tindakan Merkel berarti dia membayar harga politik dalam pemilihan Jerman pada tahun 2017, yang mana kelompok kanan yang memiliki sentimen anti-migran melonjak. Tantangan migrasi tetap tinggi dalam agenda negara-negara Barat, tidak terkecuali mereka yang berkumpul di Davos, di bawah panji "Menciptakan Masa Depan Bersama di Dunia yang Patut Dipakainya".

Rute Balkan yang disebut untuk migran ditutup pada tahun 2016 ketika Turki setuju untuk membendung aliran migrasi tersebut sebagai imbalan atas bantuan Uni Eropa dan sebuah janji perjalanan bebas visa untuk warganya sendiri.

Namun para migran dari Timur Tengah, Afrika dan Asia terus berdatangan ke Serbia, terutama dari Turki, melalui negara tetangga Bulgaria, saat mereka berusaha memasuki Uni Eropa melalui anggota blok Hungaria dan Kroasia.

Ada sekitar 4.500 migran di kamp-kamp yang dioperasikan pemerintah di Serbia. Aktivis hak asasi manusia mengatakan bahwa ratusan lainnya tersebar di ibu kota Beograd dan kota-kota di sepanjang perbatasan Kroasia dan Hungaria.

Di Krnjaca, anak perempuan Najibullah, Sonya, delapan tahun, mulai bersekolah dan berprestasi di Serbia.

Sonya adalah satu dari 95 anak di kamp Krnjaca yang saat ini memasuki sekolah dasar di Beograd. Jumlah mereka bervariasi, sementara beberapa keluarga meninggalkan kamp untuk memasuki Hungaria dan melanjutkan perjalanan ke Eropa.

Dari migran yang tiba di Jerman, sejak pertengahan tahun 2015, banyak dari para migran yang harus berjuang untuk memasuki pasar tenaga kerja karena hambatan bahasa atau keterampilan kejuruan. Jerman membutuhkan tenaga kerja terampil, mengingat populasi yang menua.

Oktober lalu, Merkel setuju untuk membatasi jumlah pengungsi yang diterima negara tersebut yakni 200.000 per tahun dan Najibullah mengatakan bahwa dia berharap keluarganya akan diterima.
Di sebuah gubuk lainnya, yang dibangun oleh Yugoslavia untuk pekerja pabrik, Marwan Ahman, seorang etnis Kurdi dari kota Kirkuk di Irak mengeluh karena makanan hambar dan makanan dalam kaleng untuk keluarganya yang terdiri dari empat orang di dapur perkemahan.

Marwan, seorang insinyur sipil, juga mengatakan bahwa dia tidak memiliki rencana untuk tinggal di Serbia yang standar hidup dan upah di sana jauh tertinggal dibanding negara Uni Eropa yang lain.
"Saya ingin pergi ke Jerman untuk memberikan masa depan yang baik bagi anak-anak dan keluarga saya," katanya pada Kurdi melalui seorang penerjemah.

Orang-orang yang beruntung berhasil masuk ke Jerman dengan cepat terintegrasi ke dalam masyarakat.

Menurut Komisaris Utama untuk Integrasi dan Migrasi Berlin, Andreas Germershausen, Berlin mulai menawarkan kursus bahasa kepada para pengungsi sejak mereka mulai masuk pada musim panas 2015.

Sampai Maret 2016, Germershausen mengatakan, Berlin sendiri membawa sekitar 80.000 migran, kebanyakan berasal dari Suriah.

Sementara itu, perumahan tetap menjadi "tantangan". Germershausen mengatakan, berkat pelatihan bahasa yang mereka dapatkan, mereka banyak yang memperoleh pekerjaan.

Seorang pria Suriah berusia tiga puluh dua tahun yang belajar arsitektur di kota kelahirannya Aleppo pindah ke Abu Dhabi. Tapi saat kehilangan pekerjaannya, dia dihadapkan pada keputusan pindah, dan pulang ke rumah bukan pilihan.

Tapi kualifikasi membuatnya mudah bagi Jerman untuk memberinya visa pada tahun 2014.
Dia menghabiskan tujuh bulan pertama di Berlin untuk mempelajari bahasa yang dia katakan sebagai "kunci sukses" integrasi.

Pekerjaan pertama di negara barunya adalah bekerja di taman bir sambil dia menyempurnakan kemampuan bahasanya.

Selama dua tahun terakhir, dia telah bekerja di sebuah firma arsitektur, fasih berbahasa Jerman dan berharap mendapatkan status tinggal tetap di masa depan.

Video: Reuters
Editor: Ngarto Februana