Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Hunian Layak dan Terjangkau untuk Warga Ibu Kota

Videografer

Editor

Jumat, 7 April 2017 13:00 WIB

Iklan
TEMPO.CO, Jakarta: Jakarta, sebagai ibu kota negara Republik Indonesia, dengan penduduk lebih dari sepuluh juta jiwa menghadapi masalah urbanisasi, yang tak kunjung tuntas teratasi. Dampak atas problem ini adalah masalah hunian warga yang makin rumit. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berusaha mengatasi masalah hunian dengan berbagai cara, khususnya untuk warga yang menghuni bantaran kali, sekitar waduk, tepi rel kereta api, atau warga yang membangun rumah di atas tanah negara yang sebenarnya diperuntukkan bagi ruang terbuka hijau.Terkait dengan masalah hunian ini, Pemerintah DKI Jakarta merelokasi warga dari bantaran kali ke hunian layak berupa kampung deret dan rumah susun. Program itu juga untuk normalisasi sungai, untuk mengatasi banjir Ibu Kota. Namun relokasi, dengan cara menggusur warga di bantaran kali, menuai pro dan kontra. Sebagian kalangan menganggap penggusuran tidak manusiawi. Sebagian yang lain menilai hal itu justru sebagai upaya mengangkat martabat warga yang bertahun-tahun tinggal di permukiman kumuh untuk dipindahkan ke hunian yang layak dan manusiawi.Pro dan kontra ini pun menjadi perdebatan hangat saat digelar acara Debat Pilkada DKI beberapa waktu lalu. Calon Gubernur DKI nomor urut 2, Basuki Tjahaja Purnama, punya argumentasi tersendiri dengan program relokasi tersebut. Warga Jakarta tak boleh tinggal di bantaran sungai atau kolong jembatan karena tempat tinggal tersebut tidak manusiawi. Sementara itu, Anies Baswedan menuding bahwa penggusuran syarat ketidakadilan dan akan meningkatkan kemiskinan karena korban penggusuran akan kehilangan mata pencarian.Anies Baswedan melontarkan program DP atau uang muka hunian tempat tinggal nol rupiah. Program DP nol rupiah adalah kredit murah berbasis tabungan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Namun ide itu pun tak luput dari kritik.Video: Tempo Channel dan Jaring.idEditor: Ngarto Februana