Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Wayang Orang yang Kini Makin Tergerus Zaman

Videografer

Subekti

Editor

Ryan Maulana

Senin, 23 Oktober 2017 12:00 WIB

Iklan

Banyak kelompok kesenian wayang orang bertumbangan karena tergerus zaman, di kota metropolitan seperti Jakarta. Dengan alasan kecintaan dan melestarikan budaya bangsa, Paguyuban Wayang Orang Bharata yang berdiri sejak 1972 ini masih berjuang bertahan sampai sekarang.

Setiap Sabtu malam markas Paguyuban Wayang Orang Bharata di kawasan Senen, Jakarta Pusat, selalu sibuk. Orang-orang terus berdatangan ke gedung dua lantai itu. Dengan tertib mereka masuk, lalu mengantre tiket yang ada di sisi kanan pintu masuk.

Tiket dibagi dalam tiga kelas: VIP, kelas I, dan balkon. Harga tiket Kelas VIP dipatok Rp 60 ribu, kelas I Rp 50 ribu, sedangkan balkon yang tempatnya di lantai dua dihargai Rp 40 ribu. Panggung pertunjukan berukuran sekitar 8 x 8 meter dengan jumlah kursi pengunjung 245 tempat duduk.

Di antara kesenyapan kursi dalam gedung, banyak cerita tentang pasang surut pertunjukan Wayang Orang Bharata. Tahun 1970-an merupakan masa kejayaan kelompok kesenian ini. Mereka naik panggung setiap hari, dengan jumlah penonton yang selalu membludak. Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah penonton semakin sedikit. Bahkan, sejak tahun 1997 kelompok ini sempat vakum selama lima tahun.

Eksistensi seni tradisional di tengah modernitas warga kota metropolitan tak cukup sekedar diacungi jempol. Sejuta apresiasi layak diberikan sebab tak banyak yang bisa bertahan hingga sekian dekade seperti halnya wayang orang Bharata. Memang, seni ini tak bisa dijadikan tumpuan sumber penghasilan para pemainnya. Namun, jika budaya adalah warisan leluhur yang tak ternilai harganya, maka sepatutnya kita pun ingat jangan sampai seni tradisional seperti ini justru tergerus jaman dan hilang di negaranya sendiri.

Jurnalis video: Subekti

Editor/Narator: Ryan Maulana